BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ukuran kemencengan ini sangat berguna untuk mengukur drajat kemencengan suatu distribusi frekuansi, karena mungkin terjadi beberapa distribusi frekuensi yang bentuknya berbeda mempunyai harga mean dan standar diniasi yang sama
Kemencengan ada tiga bentuk distribusi frekuensi yaitu distribusi frekuensi yang simetris (biasa disebut dengan bentuk lonceng),distribusi frekuensi yang menceng positif dan distribusi yang menceng negative.Dalam kaitannya dengan ukuran gejala pusat.Jika bentuk distribusi frekuensi itu simetris maka besarnya mean=median=modus, tetapi bentuk distribusi itu asimetris (menceng positif/menceng negatif maka besarnya mean≠median≠modus.
Maka dari itu memencengkan secara stastistik di bidan teknologi memungkinkan kita melakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap hasil penemuan yang berguna bagi umat manusia
B. Rumus Masalah
1) Apa pengertian kemencengn?
2) Apa kofisien pearson tentang kemencengan?
3) Catatan apa saja mengenai kofisien pearson tentang kemencengan?
4) Bagaimana rumus Bowley tentang kemencengan?
5) Bagaimana cara mengukur kemencengan relative?
C. Tujuan Masalah
1) Agar mengerti arti tentang kemencengan!
2) Dapat menjelaskan koefisien pearson tentang kemencenga!
3) Dapat mengetahui beberapa catatan mengenaikoenfesien pearson tentang kemencengan!
4) Dapat mengetahui rumus bowley tentang kemencengan!
5) Agar bisa mengetahui cara pengukuran kemencengan relative!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemencengan
Rata-rata hitung serta deviasi standart dua distribusi mungkin sama meskipun bentuk kurva frekuensi kedua distribusi tersebut berbeda karena tingkat kemencengan berbeda.
Contoh:
Tabel
Perhitungan Mean, Standar Deviasi dan Median dari Tiga buah
Distribusi Frekuensi
Kelas X Distribusi I Distribusi II Distribusi III
f U fU fU² f U fU fU² f U fU fU²
5-9 7 2 -2 8 8 5 -2 -10 20 6 -3 -18 54
10-14 12 16 -1 16 16 10 -1 -10 10 10 -2 -20 40
15-19 17 14 0 0 0 15 0 0 0 12 -1 -12 12
20-24 22 12 1 12 12 15 1 15 15 14 0 0 0
25-29 27 10 2 20 40 10 2 20 40 16 1 16 16
30-34 32 6 3 18 54 5 3 15 45 2 2 4 8
60 30 130 60 30 130 60 -30 130
Rumus: X = X + i ∑ fU
∑ f
SD= i n ∑ f . U² - ( ∑ f . U)²
n ( n-1)
Md= TBK Md + 1 ⁿ/² - f
f Md
Dimana: n = banyak data SD = standar deviasi
X= mean (rata-rata) f = frekuensi
U = ( x – x )
Distribusi Frekuensi I :
X = 17 + 5 30/60 = 19,5
SD = 5 60 (130) – (30)² = 6.98
60 (60 - 1)
Md = 14. 5 + 5 30 – 18 = 18.79
14
Distribusi Frekuensi II :
X = 17 + 5 30/60 = 19.5
SD = 5 60 (130) – (30)² = 6.98
60 (60 - 1)
Md = 14. 5 + 5 30 – 15 = 19.5
15
Distribusi Frekuensi III :
X = 22 + 5 -30/60 = 19,5
SD = 5 60 (130) – (-30)² = 6.98
60 (60 - 1)
Md = 19. 5 + 5 30 – 28 = 20.21
14
Gambar
Histogram Frekuensi dari 3 distribusi frekuensi
16
14
12
10
8
6
2
kelas
4,5 9,5 14,5 19,5 24,5 29,5 34,5
Distribusi frekuensi menceng positif yaitu ekor kurvanya panjang (menjulur)
ke kanan
Distribusi Frekuensi Menceng Positif
f
15
10
5
0 kelas
4,5 9,5 14,5 19,5 24,5 29,5 34,5
Distribusi Frekuensi Simetris
f Distribusi Frekuensi yang Simetris
16
12
10
8
6
2
0 keelas
4,5 9,5 14,5 19,5 24,5 29,5 34,5
Distribusi Frekuensi Menceng Negatif yaitu ekornya
Panjang menjulur ke kiri
B. Koefisien Pearson tentang Kemencengan
Pengukuran tingkat kemencengan sebuah distribusi sebetulnya sudah lama di rumuskan oleh Karl Pearson dalam bentuk koefisien person sebagai berikut:
SK = (X - Mo)/s atau SK = X - Mo
SD
Dimana: SK = kemencengan Mo = modus
X = rata-rata hitung SD/s = standar deviasi
Contoh:
Usia Apseptor Mi Fi Ui Ui Fi Ui² Fi
15 - 19 17 1 -2 -2 4
20 – 24 22 29 -1 -29 29
25 – 29 27 43 0 0 0
30 – 34 32 41 1 41 41
35 – 39 37 24 2 48 96
40 – 44 42 12 3 36 108
Jumlah 150 94 278
U = 94/150 = 0,6267
X = 27 + 0,6267 (5) = 30,13
Mo = 27 + (5/2) 41- 29 = 27,405
2 (43) – (41 - 29)
S² = 1/150 (5)² {278 – (150) [94/150]²}
= 36,505
S = 36,505 = 6,0419
SK = (30,13 – 27,405) / 6,0419
= 0,4510 atau 0,45
Jadi distribusi usia 150 Apseptor diatas menceng secara positif dan sedang-sedang saja.
Dari kesimpulan diatas dapat ditarik garis besar bahwa secara umum besarnya koefisien Skuenes mempunyai ketentuan sebagai berikut:
1) Jika koefisien Skuenes positif, berarti distribusi frekuensinya menceng positif yaitu; ekor kurvanya panjang (menjulur) ke kanan.
2) Jika koefisien Skuenes sama dengan nol, berarti distribusi frekuensinya simetris.
3) Jika koefisien negatif, berarti distribusi frekuensinya menceng negatif yaitu; ekor kurvanya panjang (menjulur) ke kiri.
C. Catatan Mengenai Koefisien Pearson tentang Kemencengan
Perumusan koefisien pearson membutuhkan data statistik rata-rata hitung, modus, dan deviasi standar. Banyak dalam penggunaan statistik dengan metode modus untuk mengukur kemencengan distribusi masih belum cukup mengumpulkan sebuah data karena modus distribusi sampelnya secara umum bersifat Aproksimatif (kira-kira) dan seringkali selisihnya agak besar dengan data asalnya. Pengukuran derajat kemencengan yang menggunakan statistik modus seringkali memperoleh hasil yang menyesatkan. Karena cirri-ciri modus yang tidak memuaskan sebagai statistik pengukuran kemencengan distribusi. Oleh karena itu, penggunaannya lebih cenderung dengan median sebagai salah satu statistik guna untuk pengukuran kemencengan distribusi.
Karl Pearson telah membuktikan secara empiris bahwa bagi distribusi dengan variabel kontinu dan yang memiliki kemencengan secara moderat, maka median distribusi tersebut bertendensi terletak kurang lebih 2/3 dari seluruh jarak ditribusi yang di hitung dari modus kearah rata-rata hitungnya.
Menurut Karl Pearson distribusi frekuensi yang asimetris secara umum mempunyai ketentuan bahwa:
Mo = 2 (Md – 2 X) + Md
Mo = 3 Md – 2X
Oleh karena itu, perumusan Karl Pearson tentang koefisien Skuenes diatas dapat dirubah menjadi:
SK = X – (3 Md – 2 X)
SD
= X – 3 Md + 2 X
SD
= 3 X – 3 Md SK = 3 (X – Md)
SD SD
Tabel
Kelas Fi
10,00 - 19.99 9
20,00 - 29, 99 20
30,00 - 39,99 26
40,00 - 49,99 35
50,00 - 59,99 22
60,00 - 69,99 17
70,00 - 79,99 11
80,00 - 89,99 6
90,00 - 99,99 4
X = (1/150) . (7150) = 47,67
Median = 39,995 + (20/35) (10)
= 39,995 + 5,714
= 44,709
S = ¹º 64² - [ -110]²
50 150
= ¹º 4,268 – 0,538 ¹º 3,730 = 19,34
SK = 3 (47,667 – 44,709) = 0,45
19,34
D. Rumus Bowley tentang Kemencengan
Sebuah perumusan tentang pengukuran kemencengan yang lebih sederhana dari perumusan pearson telah dikembangkan oleh Bowley yakni mengembangkan koefisiennya atas dasar hubungan antara statistik Q1.Q3 dan median dari sebuah distribusi.
1. Jika sebuah distribusi simetris, maka jarak antara kedua kuartil diatas dari mediannya harus sama.
2. Jika distribusi tersebut tidak simetris, maka jarak antara dua kuartil dari mediannya tidak akan sama.
v Distribusi menceng secara simetris:
(Q3 – Q2) = (Q2 – Q3) atau (Q3 - Md) = (Md – Q1)
v Distribusi menceng secara positif:
(Q3 - Md) > (Md – Q1)
v Distribusi menceng secara negatif:
(Q3 - Md) < (Md – Q1)
Koefisien Bowley dirumuskan secara umum sebagai berikut:
SKB = (Q3 – Q2) – (Q2 – Q1) Dimana: SKB = koefisien Bowley
(Q3 – Q2) + (Q2 – Q1) Q3 = kuartil atas
= (Q3 – Q2) + (Q2 – Q1) Q2 = kuartil tengah
(Q3 – Q1) Q1 = kuartil bawah
= (Q3 + Q1 – 2Q2)
(Q3 – Q1)
Penggunaan rumus Bowley bagi penghitungan kemencengan distribusi hasil ujian statistic deskriptif mahasiswa akan menghasilkan:
SKB = (60,05 – 53,64) – (53,64 – 45,89)
(60,05 – 53,64) + (53,64 – 45,89)
= -0,094
E. Cara Mengukur Kemencengan Relatif
Kemencengan relatif sangat tergantung pada bentuk kurva frekuensi dan sering kali di gunakan sebagai pengukuran kemencengan. Dalam menentukan besarnya derajat keencengan suatu distribusi frekuensi yang menggunakan perumusan pearson, dapat pula kita gunakan rumus kemencengan relatif yang bisa di beri simbul α3
v Rumus Kemencengan Relatif untuk data yang tidak di kelompokkan adalah:
α3 = ∑ (X)³
n. SD
v Rumus Kemencengan Relatif untuk data yang dikelompokkan adalah:
α3 = ∑ f. (X)³ dimana: X = (X - X)
n. SD³ X = titik tengah
X = mean (rata-rata)
SD= standar deviasi
F = frekuensi
v Jika skala X (titik tengah) dirubah menjadi skala U, maka rumusnya dapat dirubah menjadi:
α3 = i³ { ∑ f. U³ - 3 [ ∑ f. U² ] [ ∑ f. U] + 2 [ ∑ f. U]³ }
SD³ n n n n
Tabel
Perhitungan α3 untuk data yang dikelompokkan
Kelas f U f. U f. U² f. U³
0 – 9 5 -3 -15 45 -135
10 – 19 15 -2 -30 60 -120
20 – 29 25 -1 -25 25 -25
30 – 39 20 0 0 0 0
40 – 49 10 1 10 10 10
50 – 59 6 2 12 24 4
60 - 69 4 3 12 36 108
85 -36 200 -114
SD = ¹º 85 (200) – (-36)² = 14.83
85 (85 - 1)
α3 = 10³ [ -114 - ( 200) – (-36) + 2 (-36) 3]
14.83³ 85 85 85 85
= (0,3066031) (1,4964999)
= 0,46
Jadi bentuk kurvanya adalah menceng positif
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Rata-rata hitung serta deviasi standar 2 distribusi mungkin sama, meskipun benttuk kurva frekuensi ke dua distribusi tersebut berbeda karena tingkat kemencengannya juga berbeda.
Pengukuran tingkat kemencengan sebuah distribusi sebetulnya sudah lama dirumuskan oleh Karl Pearson dalam bentuk koefisien pearson. Karl Pearson telah membuktikan secara empiris bahwa distribusi dengan variabel kontinu dan yang memilki kemencengan secara moderat. Median distribusi tersebut bertendensi kurang lebih 2/3 dari seluruh jarak distribusi yang dihitung dari modus kearah rata-rata hitungnya.
Sebuah perumusan tentang pengukuran kemencengan yang lebih sederhana dari perumusan Pearson telah dikembangkan oleh bowley yakni mengembangkan koefesiennya atas dasar hubungan antara statistik Q1.Q3 dan median dari sebuah distribusi.
Kemencengan relatif sangant tergantung pada bentuk kurva frekuensi dan sering kali digunakan sebagai pengukur kemencengan. Dalam menentukan besarnya derajat kemencengan suatu distribusi frekuensi yang menggunakan perumusan Pearson, dapat pula kita gunakan rumur kemencengan relatif yang bisa diberi simbol α3
DAFTAR PUSTAKA
v Dajan, Anto. 1986. Pengantar Metode Statistik. Jakarta: LP3ES.
v Budieno dan Koster, Wayan. 2001. Statistik dan Probabilitas. Bandung: Remaja Rosdakarya.
v Pasaribu, Amudi. 1975. Pengantar Statistik. Jakarta: Galia Indonesia.
v Mustafa, Zainal. 1992. Pengantar Statistik Deskripitif. Yogyakarta: CV Galia.
v Sudjana. 1995. Metoda Statistik. Bandung: Tarsito.
bvagus ya,,,,,
BalasHapus