BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daulah Turki Usmani merupakam hal yang terbesar yang muncul sebagai salah satu kekuatan politik islam terbesar di dunia. Dengan kata lain pemerintahan yang ada pada daulah tersebut menitik beratkan pemerintahan yang memusat dan kepemimpinan kemiliteran serta di transmisikan kedalam Republik Turki. Akan tetapi kekuatan politik islam mengalami kemunduran yang drastis akibat keruntuhan Bahgdad.
Pendiri daulah turki usmani ini adalah bangsa turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara Cina. Setelah masuk islam, di bawah pimpinan Ertoghrul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sulatan Seljuk, yang sedang berperang dengan Bizantium. Pada peperangan terebut Sultan Alauddin memenangkan pertempuran dengan di Bantu oleh penduduknya.
Pada suatu hari Ertoghrul meninggal dunia, kemudian kepemimpinannya di lanjutkan oleh putranya yang bernama Usman dan di saat itu pulalah dia di anggap sebagai pendiri Daulah Turki Usmani. Oleh karena itu, pada tahun 1300 M (699 H) Daulah Turki Usmani di nyatakan berdiri dan usman menyatakan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (Raja Besar Keluarga Usman). Sedangkan dalam tradisinya mereka banyak mengambil di Persia yaitu, tentang etika dan tata karma. Uuntuk yang berkaitan dengan ekonomi, social, keilmuan dan huruf mereka mengambil dari Bangsa Arab.
Dengan demikian, kami mengangkat tema ini karena sebagai orang beragama islam sangat penting mengetahui tradisi yang ada dalam setiap daulah. Maka kami sangat tertarik dengan mengangkat sebuah judul “Tradisi Dan Praktek Ekonomi Pada Masa Daulah Turki Usmani”.
B. Rumusan Masalah
1. Tradisi Pada Masa Daulah Turki Usmani
2. Praktek Ekonomi Pada Masa Daulah Turki Usmani
C. Tujuan
a. Untuk lebih memahami setiap tradisi yang ada pada Masa Daulah Turki Usmani
b. Mengambil manfaat dari sistem ekonomi yang ada pada masa Daulah Turki Usmani
c. Agar menjunjung tinggi dalam keadilan
d. Untuk memenuhi rasa keadilan bagi paar pencari keadilan.
BAB II
KAJIAN MATERI
A. Tradisi Pada Masa Daulah Bani Usmani
Pada masa daulah turki usmani tradisi yang paling dominan adalah tentang pemerintahan yang memusat pada kekuatan politik dan kepemimpinan kemiliterannya. Karena dalam pemerintahan daulah tersebut masih mengakui kholifah dan bersifat absolute. Proses tradisi ini dimulai sejak akhir perang dunia 1 yang lantaran itu terbentuklah sejumlah Negara baru di turki dan timur tengah arab. Dengan demikian, imperium usmani yang tengah dalam situasi kritis terlindungi oleh kekuatan eropa dan merupakan suatu periode perjuangan untuk merebutkan “the sick man” (negeri turki yang sedang sakit-sakitan) di eropa. Pada waktu itu pulalah daulah turki usmani banyak melakukan usaha perluasan wilayah. Selama mereka berkuasa banyak wilayah yang ada dibawah kekuasaannya diantara lain meliputi asia kecil, yunani, yugoslafia, Armenia, irak, syiria, hijas, yaman, mesir, libya, Tunisia, al-jazair, Bulgaria, Albania, hongaria dan Rumania. Dalam masa mereka berkuasa yang wilayahnya semakin luas menjadikan daulah ini menjadikan bangsa turki usmani banyak melakukan interaksi dengan bangsa-bangsa lain sehingga terjadi proses asimilasi.
Namun daulah turki usmani mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tatakrama dari kebudayaan Persia, dalam hal organisasi pemerintahan dan kepemiliteran banyak diserap dari bizantium, sedangkan ajaran-ajran tentang berbagai prinsip ekonomi,social dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf banyak diserap di bangsa arab.
Pada masa daulah turki usmani kholifah adalah seseorang yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Akan tetapi, roda pemerintahan sehai-hari dijalankan oleh seorang perdana menteri
(sadr al a’zham) dan daulah turki usmani juga pernah mengalami masa keemasan yang kekuasasan pemerintahan berada di tampuk kekuasaan Muhammad al-fatih(1451-1484 masehi) dan sultan sulaiman al-qonuni (1520-1566).
Ketika perang dunia 1 yang bertepatan pada bulan desember 1914 daulah turki usmani melibatkan diri dalam perang tersebut, dengan bergabung dalam kubu jerman dan Austria. Karena dengan lantaran bergabung dalam ekonomi dan kemiliterannya, maka usmani dapat menyatukan kembali dalam kekuasaan pusat. Sebagai responnya, inggris, prancis, rusia, dan Italia sepakat untuk membagi beberapa provinsi usmani yang melalui sebuah perjanjian dengan nama sykes-picot (1916). Semenjak itu pulalah rezim usmani telah dilanda sebuah adu pendapat tentang cara memulihkan integritas politik dan efektifitas militernya pada waktu itu juga muncullah dua kubu yang mengeluarkan pendapat tentang masalah itu.
Kubu pertama yaitu restorasionis yang menghendaki pemberlakuan kembali uu (qanun) oleh sulaiman al qonuni, kemudian menentang setiap perubahan yang akan muncul/ memberiakn kesempatan pada kekuatan eropa dan Kristen, baik yang berupa konsep maupun teknik. Serta pada masa beliaulah pernah mengalami keemasan pada umat islam. Sedangkan kubu kedua yaitu modernis yang menghendaki adopsi beberapa metode eropa untuk pelatihan, pengorganisasian, administrasi militer, serta perubahn system pendidikan dan kepentingan sipil. Bahkan pada dekade 1860-an muncul kelompok inteligensia yang baru dari kelompok usman muda. Dengan mengatasnamakan penyatuan antara tradisi usmani dan reformasi usmani, kemudian tokoh-tokoh yang ada dalam kelompok baru tersebut adalah namik kemal (1840-1888) ibrahim shinasi(1826-1871) dan ziya pasha (1825-1880) yang mereka berkomitmen dengan rezim usmani, revitalisasi islam dan modernisasi sejalan dengan pola-pola eropa. Sehingga usmani muda meyakini nilai-nilai keluhuran itu diukur melalui kontribusinya terhadap perlindungan hak hidup dan hak milik terhadap keadilan dan sikap kebijakan yang dapat memuaskan pihak warga muslim maupun non-muslim
B. Praktek Ekonomi Pada Masa Daulah Turki Usmani
Dalam mengembangkan kehidupan perekonomian pada masa daulah turki usmani melanjutkan kebijakan yang telah diterapkan dinasti abbasiyah. dalam kaitannya melanjutkan kebijakan dinasti abbasiyah selanjutnya yaitu lembaga baitul maal tetap difungsikan sebagai kantor pembendaharaan Negara dengan berbagai sumber pendapatannyan berasal dari kharaj, jizyah, zakat,fa’I, ghanimah dan ‘ush. Pada awalnya, seiring dengan luasnya wilayah yang dikuasai, daulah turki usmani yang dipimpin oleh sultan sabaheddin menitik beratkan dengan menggunakan system desentralisasi dalam pemungutan pajak dan juga menghendaki sebuah masyarakat federasi dengan pemberian otonomi daerah bagi warga Kristen dan warga minoritas lainnya. Namun, dalam penerapannya timbul permasalahan dikemudian hari. Para pejabat lokal mulai melakukan berbagai penyimpangan seperti memungut pajak melebihi batas kewajiban, memanipulasi pengutipan pajak, membebani kewajiban tambahan kepada para petani serta melegitimasi berbagai praktek pungutan liar, sementara pemerintah pusat tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal karena terfokus kepada berbagai peperangan dengan bangsa eropa, disamping luasnya wilayah kerajaan. Hal tersebut, mendorong pemerintah pusat untuk mengubah kebijakannya menjadi sentralistik.
Pada reformasi fase pertama yang dibarengi dengan periode keorganisasi (tanzimat) dari tahun 1839-1876 pada periode ini progam reformasi diperluas dari bidang militer dan administrasi pada bidang ekonomi,social, dan bidang keagamaan. Oleh sebab itu, usmani menyadari bahwasanya perubahan radikal yang terjadi dikalangan masyarakat pada masa itu merupakan keniscayaan untuk mendukung sentralisasi Negara, maka mereka membangun sejumlah pabrik untuk menghasilkan pakaian,kertas, dan senjata, serta penambangan batu bara, baja, dan tembaga juga dikembangkan untuk membangkitkan perkembangan pertanian, Negara menempuh kebujakan reklamasi (pembagian tanah) dan resettlement(transmigrasi) meskipun pada reformasi trersebut sejumlah monopoli pemerintah ditutup pada tahun 1838 dalam bidang perdagangan dan perbankan memungkinkan para pedagang dan infestor eropa menduduki posisis dominant dalam perekonomian usmani, namun yang paling penting adalah terbentuknya perekonomian yang lebih produktif yang dapat menopang kondisi keuangan Negara.
Disaat itu pulalah sistem hukum diberlakukan untuk memenuhi kebutuhan, administrasi dan perekonomian yang baru dan untuk merespon tekanan politik yang dimunculkan oleh masyarakat usmani dan kekuatan asing. Dengan berlakunya semua itu banyak pola-pola peradilan dan lintas hukum barat diperkenalkan sejak awal tahun 1840 yang didalamnya membahas hokum pidana dan KUH dagang untuk mengatur pemilikan tanah dan perdagangan dalam prinsip-prinsip hokum sya’riah. Pada tahun 1870 pemerintah usmani mengeluarkan sebuah kitab hokum sipil yang baru yaitu mejelle. Mejelle merupakan tata hokum muamalah secara luas, kecuali soal hokum keluarga yang terdiri atas munakahat (pernikahan) dan faraid (warisan), yang diatur secara terpisah dalam kitab lain. Secara keseluruhan mejelle memuat 1851 pasal (edisi inggris 379 halaman), berisi kaidah hukum (qowaid) terdiri atas 100 pasal, tentang perdagangan 300 pasal, sewa menyewa terdiri atas 207 pasal dan dilengkapi dengan daftar istilah (glossary) alfabetis.
Dari mejelle kita bisa melihat bahwa dasar pertama sahnya transaksi adalah adanya akad, yang terdiri atas ijab dan kobul. Sedangkan implisit yang ada didalamnya adalah hak untuk memilih dan hak untuk membatalkan transaksi. Jadi substansinya disesuaikan dengan sya’riah, tetapi sama sekali tidak terlepas dari tradisi karena ia mengandung banyak perubahan yang didasarkan pada otoritas pribadi sang sultan dan yang dijalankan diperadilan negeri bukan lembaga peradilan sya’riah.
Dibidang agraria, pola kebijakan pemerintahan turki usmani mengacu pada UU agraria warisan bizantiumyang terdapat dua jenis tanah garapan yaitu al-iqta al-ashghar (timar dan ziamat). Timar adalah tanah garapan terkecil yang diberikan pemilik tanah kepada petani untuk diolah. Kemudian hasil timar sepenuhnya milik si pemilik tanah, sedangkan petani yang mengolah hanya diberikan makanan untuk sehari-hari. Akan tetapi, untuk si pemilik timar berkewajiban membayar pajak kepada pemerintah dengan mengerahkan dua-empat ekor kuda atau beberapa orang calon tentara angkatan laut. Untuk menunjang tata pelaksanaan kewajiban ini pemerintah menempatkan seorang pengawas pada setiap timar. Ziamat adalah tanah garapan yang diberiakn pemerintah kepada para petani untuk diolah, maka untuk pemilik tanah/za’im mempunyai kewajiban membayar pajak dan mengirimkan sejumlah calon tentara sesuai dengan kurs ziamat yang dimiliki.
Dan disaaat itu pula untuk menunjang aktivitas ekonomi daulah turki usmani juga melakukan percetakan mata uang,kemudian disetiap mata uang tersebut dicantumkan nama sultan sebagai tanda penguasa dimasa itu.
Ketika terjadi inflasi sultan murad IV mengeluarkan kebijakan penambahan nilai tukar mata uang,emas dan perak. Dengan demikian, pada abad 20 perubahan ekonomi dan social turki mengantarkan pada perkembangannya sebuah masyarakat nasional yang sangat pluralistik, dan sekuler dimana islam melanjutkan perean keagamaan yang sangat menonjol bagi sebagian besart warga turki, tetapi peran tersebut berlangsung diluar kehidupan publik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tradisi pada daulah turki usmani yaitu kholifah adalah seseorang yang memegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan, serta ajaran-ajaran tentang etika dan tata karma mengadopsi dari budaya Persia sedangkan organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari bizantium. Dalam hal prinsip ekonomi social dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf pada daulah tersebut banyak menyerap dibangsa arab.
2. Praktek ekonomi pada masa turki usmani yaitu meneruskan kebijakan dari dinasti abbasiyah seperti lembaga baitul maal, serta menggunakan system desentralisasi yang dipimpin oleh sultan sabaheddin, mengubah kebijakan yang dulu menjadi sentralistik dan melakukan percetakan mata uang dengan mencantumkan nama sultan yang berkuasa pada masa itu disetiap mata uang sebagai tanda penguasa dinasa itu. Ketika terjadi inflasi suntan murad IV mengeluarkan kebujakan menambahkan nilai mata uang emas dan perak. Oleh karena itu, pada abad 20 terjadi perubahan ekonomi dan social turki yang mengantarkan pada berkembangnya sebuah masyarakat yang pluralistik dan sekuler.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Ewis. 2005. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: Gramata Publishing
Lapindus, Ira M. 2000. Sejarah Sosial Ummat Islam (bagian 3). Jakarta: Raja Grafindo Persada
Muqhni, Syafiq A. 1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta: Logos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar