Selasa, 29 Mei 2012

hukum perdata


BAB II
PEMBAHASAN
A.        Pengertian Hukum Perdata
              Istilah perdata berasal dari bahasa sansekerta yang berarti warga (burger), pribadi (ptivat), sipil (civiel). Hukum perdata adalah peraturan mengenai warga, pribadi, sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban. Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dan orang lain.[1] Maka dari definisi tersebut terdapat unsur-unsur yang terkandung di dalamnya sebagai berikut:
a)      peraturan hukum
b)      hubungan hukum
c)      orang
      Peraturan yaitu serangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang tertulis dan tidak tertulis. Hubungan hukum adalah hubungan yang di atur oleh hukum yang berupa hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga, pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan orang adalah subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban yang mana sejak di lahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, bahkan anak yang masih ada dalam kandungan ibunya di anggap sebagai pembawa hak (di anggap telah lahir) apabila kepentingannya memerlukannya (untuk menjadi ahli waris).
      Hal ini telah di sebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata yang berbunyi: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, di anggap telah di lahirkan, bila mana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati di waktu di lahirkannya di anggap ia tidak pernah telah ada”.[2] Kemudian dalam islampun menegaskan bahwa manusia adalah subjek hukum, sebagai makhluk yang di muliakan oleh Allah SWT dan berfirman:
Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. (QS: Al-Israa’: 70)[3] 
              Jadi manusia sebagai subjek hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan hukum apabila sudah dewasa serta sehat rohaninya dan tidak dibawah pengampuan. Dalam kaitannya dengan subjek hukum ada pendukung hak dan kewajiban baik berupa manusia pribadi dan badan hukum.
              Manusia pribadi adalah segala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan, kehendak, sedangkan badan hukum adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia berdasarkan hukum.
              Sistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan hukum maupun KUH Perdata  dapat di bedakan menjadi 4 buku, yaitu:[4]
a)      Menurut ilmu pengetahuan hukum terdiri atas 4 buku, yaitu:
  Buku ke I        : hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan yang mengatur kedudukan orang dalam hukum, kewenangan seseorang serta akibat hukumnya.
  Buku ke II       : hukum keluarga (familie recht), berisikan peraturan yang mengatur hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubungan antara suami dan istri serta hak dan kewajibannya masing-masing.
  Buku ke III     : hukum harta kekayaan (vermogens recht), berisikan peraturan yang mengatur kedudukan benda dalam hukum, yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
  Buku ke IV     : hukum waris (erfrecht), berisikan peraturan mengenai kedudukan benda-benda yang di tinggalkan oleh oramg yang meninggal dunia.
b)      Menurut KUH Perdata dapat juga di bedakan kedalam 4 buku, yaitu:
  Buku ke I        : tentang orang (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum keluarga.
  Buku ke II       : tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dan hukum waris.
  Buku ke III     : tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang lahir dari undang-undang dan dari persetujuan atau perjanjian.
  Buku ke IV     : tentang pembuktian dan daluwarsa (van bewijs en verjaring), berisikan tentang peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat lampau waktu (verjaring).
B.         Benda Pada Umumnya
              Benda termasuk objek hukum yang menjadi hak milik diri sendiri ataupun milik orang lain, yang mana objek hukum tersebut dapat berguna bagi subjek hukum (manusia dan badan hukum), dan dapat menjadi pokok atau objek suatu hubungan hukum, karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
              Contoh: Ahmad dan Ali mengadakan sewa tanah. Tanah disini adalah objek hukum, si Ahmad dan Ali adalah subjek hukum.
              Benda menurut Pasal 499 KUH Perdata ialah “tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik”.[5] Hak disebut juga dengan bagian dari harta kekayaan (vermogens bestanddeel). Harta kekayaan meliputi barang, hak dan hubungan hukum mengenai barang dan hak di atur dalam Buku II dan Buku III KUH Perdata. Barang sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud.
              Menurut ilmu pengetahuan hukum, benda itu dapat di artikan dalam arti luas dan sempit. Benda dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat di miliki oleh orang, dengan artian benda-benda dalam pengertian tersebut merupakan benda-benda yang dapat dilihat, seperti meja, kursi, jam tamgan, motor, komputer, mobil, dan sebagainya. Sedangkan untuk benda-benda yang tidak dapat dilihat meliputi berbagai hak, seperti hak tagihan, hak cipta dan lain-lain.
              Dalam Pasal 500 KUH Perdata: “segala sesuatu yag termasuk dalam suatu barang karena hukum perlekatan, begitu pula segala hasilnya, baik hasil ala, maupun hasil usaha kerajinan, selama melekat pada dahan atau akarnya, atau terpaut pada tanah, adalah bagian dan barang itu”.


[1] Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, (Bandung: Alumni, 1982), hal. 3
[2] Burgerlijk Wetboek, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, (Bandung: Citra Umbara, 2010), hal. 3
[3] Departemen Agama RI, “Al-quran dan Terjemahnya”, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-quran, 1982), hal. 435
[4] Ishaq, “Dasar-dasar Ilmu Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 171-172
[5] R. Subekti, R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, (Jakarta: Pradnya Parmita, 1995), hal. 157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar