BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Perdata
Istilah perdata
berasal dari bahasa sansekerta yang berarti warga (burger), pribadi (ptivat),
sipil (civiel). Hukum perdata adalah peraturan mengenai warga, pribadi,
sipil, berkenaan dengan hak dan kewajiban. Menurut Abdul Kadir Muhammad, bahwa
hukum perdata adalah segala peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara
orang yang satu dan orang lain.[1] Maka
dari definisi tersebut terdapat unsur-unsur yang terkandung di dalamnya sebagai
berikut:
a)
peraturan
hukum
b)
hubungan
hukum
c)
orang
Peraturan
yaitu serangkaian ketentuan mengenai ketertiban. Peraturan itu ada yang
tertulis dan tidak tertulis. Hubungan hukum adalah hubungan yang di atur oleh
hukum yang berupa hak dan kewajiban warga, pribadi yang satu terhadap warga,
pribadi yang lain dalam hidup bermasyarakat. Sedangkan orang adalah subjek
hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban yang mana sejak di lahirkan dan
berakhir pada saat ia meninggal dunia, bahkan anak yang masih ada dalam
kandungan ibunya di anggap sebagai pembawa hak (di anggap telah lahir) apabila
kepentingannya memerlukannya (untuk menjadi ahli waris).
Hal
ini telah di sebutkan dalam Pasal 2 KUH Perdata yang berbunyi: “anak yang
ada dalam kandungan seorang perempuan, di anggap telah di lahirkan, bila mana
juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati di waktu di lahirkannya di anggap
ia tidak pernah telah ada”.[2]
Kemudian dalam islampun menegaskan bahwa manusia adalah subjek hukum,
sebagai makhluk yang di muliakan oleh Allah SWT dan berfirman:
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut
mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik
dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah kami ciptakan”. (QS: Al-Israa’: 70)[3]
Jadi manusia
sebagai subjek hukum mempunyai kewenangan untuk melakukan tindakan hukum
apabila sudah dewasa serta sehat rohaninya dan tidak dibawah pengampuan. Dalam
kaitannya dengan subjek hukum ada pendukung hak dan kewajiban baik berupa
manusia pribadi dan badan hukum.
Manusia pribadi
adalah segala alam, makhluk hidup ciptaan Tuhan, yang mempunyai akal, perasaan,
kehendak, sedangkan badan hukum adalah gejala yuridis, badan ciptaan manusia
berdasarkan hukum.
Sistematika hukum
perdata menurut ilmu pengetahuan hukum maupun KUH Perdata dapat di bedakan menjadi 4 buku, yaitu:[4]
a)
Menurut ilmu
pengetahuan hukum terdiri atas 4 buku, yaitu:
Buku ke I :
hukum perorangan (personen recht), berisikan peraturan yang mengatur kedudukan
orang dalam hukum, kewenangan seseorang serta akibat hukumnya.
Buku ke II :
hukum keluarga (familie recht), berisikan peraturan yang mengatur
hubungan antara orang tua dengan anak-anak, hubungan antara suami dan istri
serta hak dan kewajibannya masing-masing.
Buku ke III :
hukum harta kekayaan (vermogens recht), berisikan peraturan yang
mengatur kedudukan benda dalam hukum, yaitu pelbagai hak-hak kebendaan.
Buku ke IV :
hukum waris (erfrecht), berisikan peraturan mengenai kedudukan
benda-benda yang di tinggalkan oleh oramg yang meninggal dunia.
b)
Menurut
KUH Perdata dapat juga di bedakan kedalam 4 buku, yaitu:
Buku ke I :
tentang orang (van personen), berisikan hukum perorangan dan hukum
keluarga.
Buku ke II :
tentang benda (van zaken), berisikan hukum harta kekayaan dan hukum
waris.
Buku ke III :
tentang perikatan (van verbintennissen), berisikan hukum perikatan yang
lahir dari undang-undang dan dari persetujuan atau perjanjian.
Buku ke IV :
tentang pembuktian dan daluwarsa (van bewijs en verjaring), berisikan
tentang peraturan tentang alat-alat bukti dan kedudukan benda-benda akibat
lampau waktu (verjaring).
B.
Benda
Pada Umumnya
Benda termasuk objek hukum yang menjadi hak milik diri sendiri
ataupun milik orang lain, yang mana objek hukum tersebut dapat berguna bagi
subjek hukum (manusia dan badan hukum), dan dapat menjadi pokok atau objek
suatu hubungan hukum, karena hal itu dapat dikuasai oleh subjek hukum.
Contoh: Ahmad dan
Ali mengadakan sewa tanah. Tanah disini adalah objek hukum, si Ahmad dan Ali
adalah subjek hukum.
Benda menurut
Pasal 499 KUH Perdata ialah “tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai
oleh hak milik”.[5]
Hak disebut juga dengan bagian dari harta kekayaan (vermogens bestanddeel).
Harta kekayaan meliputi barang, hak dan hubungan hukum mengenai barang dan hak
di atur dalam Buku II dan Buku III KUH Perdata. Barang sifatnya berwujud,
sedangkan hak sifatnya tidak berwujud.
Menurut ilmu
pengetahuan hukum, benda itu dapat di artikan dalam arti luas dan sempit. Benda
dalam arti luas adalah segala sesuatu yang dapat di miliki oleh orang, dengan
artian benda-benda dalam pengertian tersebut merupakan benda-benda yang dapat
dilihat, seperti meja, kursi, jam tamgan, motor, komputer, mobil, dan
sebagainya. Sedangkan untuk benda-benda yang tidak dapat dilihat meliputi
berbagai hak, seperti hak tagihan, hak cipta dan lain-lain.
Dalam Pasal 500
KUH Perdata: “segala sesuatu yag termasuk dalam suatu barang karena hukum
perlekatan, begitu pula segala hasilnya, baik hasil ala, maupun hasil usaha
kerajinan, selama melekat pada dahan atau akarnya, atau terpaut pada tanah,
adalah bagian dan barang itu”.
[1] Abdul Kadir Muhammad, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, (Bandung:
Alumni, 1982), hal. 3
[2] Burgerlijk Wetboek, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, (Bandung: Citra Umbara,
2010), hal. 3
[3] Departemen Agama RI, “Al-quran dan Terjemahnya”, (Jakarta:
Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-quran, 1982), hal. 435
[4] Ishaq, “Dasar-dasar Ilmu Hukum”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 171-172
[5] R. Subekti, R. Tjitrosudibio, “Kitab Undang-undang Hukum
Perdata”, (Jakarta: Pradnya Parmita, 1995), hal. 157
Tidak ada komentar:
Posting Komentar